Jabatan SBY Cederai Kedaulatan Rakyat
TEMPO.CO, Jakarta
- Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dianggap telah melanggar etika politik
dengan memangku jabatan rangkap sebagai presiden sekaligus ketua umum
partai politik. Hal ini diungkapkan dalam pernyataan sikap dari
Constitution Centre Adnan Buyung Nasution (Concern ABN) di kantornya,
Jalan Sampit I No 56, Jakarta Selatan, Rabu, 3 April 2013. "Ini sudah
mencederai kedaulatan rakyat," ujar salah satu panelis, Laica Marzuki.
Dalam pernyataan sikapnya, Concern ABN menyesalkan sikap SBY yang bersedia merangkap jabatannya. "Apa pun alasannya, SBY telah mementingkan kepentingan partai di atas kepentingan rakyat," kata Ray Rangkuti saat membacakan pernyataan sikap. Concern ABN menilai, perlu ada pengaturan rangkap jabatan bagi seorang presiden ataupun wakil presiden.
Meskipun rangkap jabatan belum diatur dalam undang-undang, Concern ABN menganggap SBY gagal memahami prinsip demokrasi yang ada di Indonesia. Ray menyebutkan, di atas hukum positif, ada prinsip moral dan etika yang derajatnya lebih tinggi dari hukum positif. "Jangan mentang-mentang enggak melanggar undang-undang, terus dianggap tidak ada implikasinya," kata Ray. "Seolah pasalnya yang paling penting, padahal pelanggaran prinsip ini yang melecehkan rakyat," kata dia.
Pengacara senior Adnan Buyung Nasution menegaskan, SBY memiliki hak asasi untuk menolak saat akan ditetapkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Dalam hal ini, Buyung menilai Presiden gagal mempertahankan sikap. Buyung kemudian menjelaskan, pihaknya tidak akan berhenti pada pernyataan sikap saja. Ia akan terus mengkaji adakah celah hukum yang dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi. "Yang penting sekarang warning dulu. Rakyat harus tahu dulu," kata Buyung yang juga mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Bukan hanya itu saja. Ray menambahkan, SBY memperparah kondisi karena saat diangkat menjadi ketua umum, dirinya tidak langsung melepaskan jabatan lainnya. Saat ini, dalam partai politik, SBY juga masih menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan, Ketua Majelis Tinggi, dan Ketua Dewan Pembina. SBY juga disebut melakukan nepotisme karena anaknya, Edhie Baskoro Yudhoyono, yang menjabat sebagai sekretaris jenderal dalam Partai Demokrat. "Sikap politik SBY lebih parah dari zaman Orde Baru Soeharto," kata Ray menjelaskan.
Ray kemudian menegaskan, dengan pernyataan SBY yang menyatakan pihaknya siap menerima berbagai kritik demi menyelamatkan partai, hal tersebut menunjukkan kegagalannya mempertahankan loyalitas terhadap negara. "Seolah menyelamatkan partai itu adalah jalan untuk menyelamatkan NKRI, kan, terbalik," kata Ray.
Concern ABN memberi rekomendasi kepada DPR untuk mempelajari hal ini. "DPR bisa mengusulkan ke Mahkamah Konstitusi, agar dipelajari apakah hal seperti ini (rangkap jabatan) bisa dibenarkan atau tidak," kata Adnan.
Dalam pernyataan sikapnya, Concern ABN menyesalkan sikap SBY yang bersedia merangkap jabatannya. "Apa pun alasannya, SBY telah mementingkan kepentingan partai di atas kepentingan rakyat," kata Ray Rangkuti saat membacakan pernyataan sikap. Concern ABN menilai, perlu ada pengaturan rangkap jabatan bagi seorang presiden ataupun wakil presiden.
Meskipun rangkap jabatan belum diatur dalam undang-undang, Concern ABN menganggap SBY gagal memahami prinsip demokrasi yang ada di Indonesia. Ray menyebutkan, di atas hukum positif, ada prinsip moral dan etika yang derajatnya lebih tinggi dari hukum positif. "Jangan mentang-mentang enggak melanggar undang-undang, terus dianggap tidak ada implikasinya," kata Ray. "Seolah pasalnya yang paling penting, padahal pelanggaran prinsip ini yang melecehkan rakyat," kata dia.
Pengacara senior Adnan Buyung Nasution menegaskan, SBY memiliki hak asasi untuk menolak saat akan ditetapkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Dalam hal ini, Buyung menilai Presiden gagal mempertahankan sikap. Buyung kemudian menjelaskan, pihaknya tidak akan berhenti pada pernyataan sikap saja. Ia akan terus mengkaji adakah celah hukum yang dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi. "Yang penting sekarang warning dulu. Rakyat harus tahu dulu," kata Buyung yang juga mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Bukan hanya itu saja. Ray menambahkan, SBY memperparah kondisi karena saat diangkat menjadi ketua umum, dirinya tidak langsung melepaskan jabatan lainnya. Saat ini, dalam partai politik, SBY juga masih menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan, Ketua Majelis Tinggi, dan Ketua Dewan Pembina. SBY juga disebut melakukan nepotisme karena anaknya, Edhie Baskoro Yudhoyono, yang menjabat sebagai sekretaris jenderal dalam Partai Demokrat. "Sikap politik SBY lebih parah dari zaman Orde Baru Soeharto," kata Ray menjelaskan.
Ray kemudian menegaskan, dengan pernyataan SBY yang menyatakan pihaknya siap menerima berbagai kritik demi menyelamatkan partai, hal tersebut menunjukkan kegagalannya mempertahankan loyalitas terhadap negara. "Seolah menyelamatkan partai itu adalah jalan untuk menyelamatkan NKRI, kan, terbalik," kata Ray.
Concern ABN memberi rekomendasi kepada DPR untuk mempelajari hal ini. "DPR bisa mengusulkan ke Mahkamah Konstitusi, agar dipelajari apakah hal seperti ini (rangkap jabatan) bisa dibenarkan atau tidak," kata Adnan.
0 comments:
Post a Comment